TIMES KEPAHIANG, PACITAN – Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Pacitan terus mengganas seolah tanpa ampun.
Hingga laporan terakhir, jumlah kasus PMK di Pacitan tercatat mencapai 251 kasus. Rinciannya, 208 hewan masih sakit, 15 dilakukan potong paksa, 11 mati dan 17 lainnya berhasil sembuh.
"Kasus PMK di Pacitan trennya memang sedang naik," ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pacitan, Sugeng Santoso, Senin (6/1/2025).
Meski demikian, hingga saat ini, pasar hewan di Pacitan belum ditutup. Sugeng menjelaskan bahwa keputusan penutupan pasar hewan akan dilakukan jika tren kasus terus meningkat.
Penutupan sementara tersebut akan mengacu pada edaran Kementerian Pertanian yang menyarankan penghentian aktivitas pasar hewan selama 14 hari.
“Kalau perkembangan kasus ini nanti masih tinggi, tidak menutup kemungkinan pasar hewan kita tutup sementara, sesuai edaran Kementerian Pertanian, paling tidak 14 hari ke depan. Seperti tahun 2022 lalu,” jelasnya.
Menurut Sugeng, kasus PMK terus bertambah, salah satunya disebabkan keterlambatan laporan dari masyarakat, atau bahkan karena penyakit ini menunjukkan gejala yang lebih ganas dibandingkan sebelumnya.
“Kemarin sore peningkatan kasus masih terjadi. Itu karena laporan dari masyarakat yang terlambat atau memang penyakitnya lebih ganas. Itu masih dalam pemantauan teman-teman petugas,” katanya.
Ia juga menambahkan, vaksinasi yang seharusnya dilakukan pada November 2024 lalu tidak dapat dilakukan karena keterbatasan stok vaksin di tingkat pusat dan provinsi. Vaksin terakhir diberikan pada Mei 2024, sedangkan secara aturan, vaksinasi harus dilakukan setiap enam bulan sekali.
“Harusnya November 2024 lalu ada vaksin untuk hewan, karena terakhir vaksin itu bulan Mei 2024. Tapi karena stok vaksin baik pusat maupun provinsi tidak tersedia, akhirnya November tidak dilakukan vaksin,” imbuhnya.
Lebih jauh, Sugeng menjelaskan bahwa secara teori, PMK dapat disembuhkan jika penanganan dilakukan segera setelah gejala terdeteksi. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk segera melaporkan jika menemukan hewan ternak dengan gejala PMK.
"Sebetulnya secara teori, asal penanganan tidak terlambat, ketika ada gejala langsung dilaporkan, itu bisa disembuhkan," jelasnya.
Untuk menangani lonjakan kasus, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pacitan telah membentuk tujuh tim khusus yang bertugas di 12 kecamatan. Tim ini terdiri dari dokter hewan, paramedis, dan mantri dengan total sekitar 50 tenaga lapangan.
Namun, Sugeng mengakui bahwa jumlah ini masih kewalahan menghadapi laporan yang datang secara bersamaan dari berbagai wilayah. “Kalau dibilang kewalahan, iya. Soalnya kerap ada laporan secara bersamaan dengan tempat berbeda, tentu tim lapangan harus membagi waktu,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Pacitan, Rudi Handoko akan memanggil Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian soal situasi PMK saat ini. "Hari ini akan kami panggil," jelasnya.
Pantauan Pasar Hewan
Peningkatan kasus PMK mulai berdampak pada aktivitas pasar hewan di Pacitan. Pantauan di Pasar Hewan Desa Semanten pagi tadi kondisinya sepi dari aktivitas jual beli hewan ternak.
Seorang blantik asal Ketepung, Kebonagung, Sulasno mengungkapkan bahwa banyak pedagang memilih tidak berangkat karena khawatir terhadap maraknya kasus PMK.
"Hanya ada 7 ekor sapi tadi, langsung bawa pulang, takut ada PMK. Kambing juga sepi mulai hari ini, pasaran sebelumnya tidak," katanya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kasus PMK di Pacitan Mengganas, Penutupan Pasar Hewan Belum Jelas
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |